Tanggal 4 Mei 2017.
Aku sengaja naik kereta api ke Chengdu dari Lhasa.
Perjalanan yang ditempuh sekitar 46 jam – an itu menyuguhkan pemandangan alam
yang luar biasa. Terlebih ketika kereta baru mulai melaju sampai ketika kereta
masih berada diatas ketinggian 2.000 m.
Aku sempat ragu untuk mengambil rute ini, bukan karena
lamanya perjalanan, lebih kepada banyaknya review yang mengatakan, semacam
neraka saat ingin ke toilet. Iyalah, sepanjang 46 jam itu, yang menghabiskan 2
malam 3 hari, sudah pasti harus bolak- balik ke toilet. Kita tahu sama tahu
saja, bagaimana prilaku orang lokal terhadap kebersihan yang satu ini. Nilainya
NOL BESAR.
Pemandangan sepanjang perjalanan. |
Rasa keingintahuan aku lebih besar dibandingkan dengan
keraguan dan kekhawatiran akan joroknya isi toilet didalam kereta. Masa
bodoh-lah. Akhirnya seminggu sebelum berangkat dari Jakarta, aku menghubungi
travel agent yang mengurus perjalananku selama di Tibet, untuk membantuku
membeli tiket kereta. Kenapa tidak beli online sendiri saja?
Ya, kamu bisa online kok. Kemaren itu, waktu sudah mepet,
terus jika beli online, kamu tidak bisa pilih tempat tidur. Artinya, itu secara
sistem akan menentukan. Nasib baik saja, jika kamu bisa menempati bagian bawah.
Kenapa harus bawah? Jelas, bagian bawah itu lebih leluasa, lebih lega, punya
jendela besar, colokan listrik juga dekat dan tidak perlu memanjat.
Setahu aku, ada pilihan untuk 4 orang dan untuk 6 orang,
baik soft sleeper maupun hard sleeper, kemudian ada pilihan tempat duduk juga.
Bayangi saja sendiri, kalau harus duduk selama 46 jam. Aku sendiri pilih 1
kamar isi 4 orang. Dan berdoa sekuat tenaga supaya tidak sekamar dengan orang
lokal, hahaha… takut saja, kalau dia tiba- tiba bisa kencing atau eek dalam
kamar. Mati gak loe kalau sampai seperti itu? Berempat juga tidak terlalu
berisik jika memang harus sekamar dengan mereka.
Karena bantuan travel agent, aku pastikan mereka untuk
membeli tiket tempat duduk bagian bawah. Bantuan itu bukan tanpa pamrih, harga
tiket keretaku lebih mahal dibandingkan dengan jika beli secara online. Ya
sudahlah.
Ketika baru memasuki ruang tunggu, ya ampun, satu ruangan
penuh isinya penduduk lokal, sebagian besar dari mereka adalah dari kampung
gitu. Dari cara berpakaian kan bisa ditebak. Alamak, semoga saja selama 46 jam
itu, aku tidak mendapatkan pengalaman seperti yang banyak orang alami.
Kereta berangkat jam 18.20 waktu setempat, jam 17.45,
penumpang baru dipersilahkan masuk ke kereta. Deg- deg- an menemaniku mencari
gerbong dan nomor kamar yang tertera ditiket. Okey, interior-nya okey, bersih,
tidak bau, ada wastafel, ada colokan listrik, TIDAK ADA WIFI. Disediakan air
minum, aku sih bilang bersih, ada air panasnya juga.
Tempat aku menghabiskan 44 jam selama perjalanan. |
Baru setelah hari kedua, entah dari stasiun mana dari kota
apa, naiklah satu mama muda bawa anaknya yang berumur sekitar 3 tahun, ketok-
ketok pintu. Yups, mereka menempati tempat tidur bagian atas. Pikiranku mulai
kacau, mampus, bawa anak kecil lagi. Bisa- bisa, emaknya suruh anaknya pipis
saja di kamar. Ya, gimana dong, sudah terlanjur baca review negatif, wajar dong
kalau aku sampai parno sebegitunya.
Dari mereka naik, menjadi teman sekamar, hingga mereka turun
entah di stasiun apa keesokan harinya, tidak terjadi satu hal aneh apapun.
Mereka lebih banyak berada diluar kamar, makan juga diluar, ngobrol dengan
orang lokal lainnya. Mama muda ini lumayan bersih, ya, sopan juga, beretika
baik. Entah mungkin dia malu karena sekamar dengan turis atau entah apa, atau
mungkin dia pembawaannya seperti itu, bersih dan berbeda dengan teman- teman
senegaranya.
Koridor, bisa duduk santai menikmati pemandangan.. |
Selama perjalanan, kereta berhenti dibeberapa stasiun untuk
menurunkan penumpang dan ambil penumpang baru lagi. Setelah mama muda itu
turun, tidak berapa lama, naiklah satu anak muda tanpa bawa apapun.
Ya inilah... |
Tentang zonk yang ada di toilet, bahkan ada yang bahas, dia
menemukan banyaknya zonk bertebaran diluar toilet, kenapa? Mungkin karena tidak
tahan lagi, didalam toilet masih ada orang, mau tidak mau, ya eek diluar
toilet. Kebayang gak sih kamu? Ini cerita orang.
Bersyukur banget, semuanya tidak separah itu. Mendapati
teman sekamar yang bersih dan tidak berisik, anaknya juga tidak rewel, tidak
kencing sembarangan, tidak buang sampah
sembarangan. Toiletnya juga tidak seperti yang dialami traveler lainnya.
Memang, ada toilet yang baunya minta ampun, tapi tidak ada
zonk, ada toilet yang ada zonk-nya, tapi bukan dalam jumlah yang luar biasa,
semacam muncratan atau sisa-an karena flush-nya tidak berfungsi dengan baik. Kayak seperti flush di toilet pesawat gitu. Ada
juga toilet yang tidak bau dan tidak ada zonk-nya sama sekali. Jadi aku bilang,
aku cukup beruntung selama 46 jam perjalanan dari Lhasa ke Chengdu dengan
menumpang kereta api. Tidak ada pengalamanan seseram itu, tidak ada zonk diluar
toilet. Bisa tidur nyenyak 2 malam berturut- turut, bisa kerjakan laporan dan
bisa menulis artikel seperti sekarang ini.
Cina itu hebat,
Entah sudah berapa puluh kali kereta ini melewati terowongan, artinya,
entah sudah berapa puluh kali kereta ini menembus gunung. Mereka sanggup
membuat perjalanan ini menjadi perjalanan tidak terlupakan. Tidak heran, kenapa
banyak traveler yang bilang, tidak salahnya untuk mencoba rute ini. Karena
memang, semuanya telah diperhatikan dengan baik oleh pemerintah. Dari view yang
akan disuguhkan, dari tata letak kamar tidurnya dengan desain jendelanya yang
bisa mendapatkan pemandangan alam semesta yang indahnya sudah tidak bisa
tertandingi lagi.
Puas banget dengan keputusanku mengambil rute ini.
Pengalaman sekali dalam seumur hidup. Cukup sekali dalam seumur hidupku. Harga
tiket kereta lebih mahal dari tiket pesawat Lhasa – Chengdu. Tapi
pengalamannya, apa yang didapatkannya, jauh berbeda antara naik kereta dengan
naik pesawat. Sama seperti, ketika dari Kathmandu, Nepal ke Lhasa, pengalaman
itu juga cukup sekali dalam seumur hidupku. Pemandangan yang tidak bisa
diungkapkan dengan kata- kata ketika pilot menurunkan secara perlahan pesawat
sampai berada sekitar 2000 m diatas pegunungnan Himalaya. Memang, ketika itu,
tidak terlalu jelas, karena sebagian besar gugusan gunung Himalaya tertutup
awan tebal. Tapi, kami semua, semua penumpang pesawat itu, bisa melihat dari
dekat, puncak Everest.
Darahku berdesir kencang, senang, seru dan tegang bercampur
aduk menjadi satu. Kebayang, pesawat diturunkan secara perlahan, badan pesawat
terasa sekali diguncang angin. Sambil jeprat- jepret, doa juga terus
dipanjatkan. Hahahah…
Begitu juga, saat pesawat mulai meninggalkan gugusan gunung
tertinggi didunia itu dan mulai terbang naik ke ketinggian normal, apa yang
didapatkan tidak kalah dengan pemandangan dari Himalaya. Terlebih lagi, ketika
mulai memasuki wilayah Tibet, sungguh luar biasa Tuhan, sungguh tiada ada
tandingan-Nya lagi. Tuhan sungguh maha besar. Tuhan, Sang Pencipta.
Aku semakin tegang, saat pilot mengumumkan kalau pesawat
akan segara mendarat di Lhasa. Serius, aku tegang. Biasanya kan kalau sudah
diumumkan demikian, ya pesawat tinggal ambil posisi lurus dan semakin menurun.
Ini tidak….
Pesawat harus manuver dulu, pesawat dimiringkan dulu ke
kiri, terus ke kanan, ya kek gitu, untuk menghindari gunung – gunung yang
mengelilingi Lhasa, ya baru kemudian perlahan turun sambil badan pesawat masih
dimiringkan sesuai dengan lapangan yang ada. Hingga pada akhirnya, badan
pesawat benar- benar dalam posisi lurus ( entahlah, kalau istilah
penerbangannya apa ), baru kemudian pesawat mendarat dengan sempurna, dengan
panjang runway yang tidak seberapa itu.
Jalur penerbangan dari Kathmandu ke Lhasa yang diyakini
sebagai penerbangan tercantik didunia dan jalur darat kereta api dari Lhasa ke
Chengdu yang diyakini menjadi jalur kereta api yang menyuguhkan pemandangan
alam super indah dan sebagai jalur kereta api tertinggi didunia hingga saat ini, aku telah mengalaminya. Ya, sekali lagi, cukup sekali
dalam seumur hidupku. Jika punya kesempatan kedua, berarti bonus.
Ternyata, aku sampai di Chengdu 2 jam lebih cepat dari
jadwal. Artinya, hanya 44 jam saja dari Lhasa ke Chengdu. Setelah melewati
beberapa gerbong kereta saat mau keluar, aku baru sadar, orang- orang yang aku
temui ketika masih di ruang tunggu di Lhasa Railway Station itu ada digerbong
yang pakai tempat duduk atau 4/6 hard sleeper. Itulah sebabnya, apa yang sering
aku baca tentang zonk itu tidak aku alami separah itu. Karena tidak satu gerbong bareng mereka.
With Love,
@ranselahok
---Semoga semua mahluk hidup berbahagia---
Alhamdulilah banget ya,g nemu zonk yang gimana-gimana gitu deh waktu di kreta ya.Punya pengalaman juga naik kreta tahun 2018 dari Harbin - Xi'an.Lama perjalanan 34 jam.Hardsleeper, 1 blok isi 6 tempat tidur (3 di kanan-3 di kiri).Beli tiketnya langsung di stasiun.Kirain dapet tempat tidur 1 blok sama suamiku,ternyata pisah,tapi untungnya pisahnya cuma sebelahan kok dan ditingkat 3,so kudu manjat tangga kecil😆.Waktu itu bulan Januari,pas banget winter karena tujuan mau ke Harbin Ice Festival.Jadi pemandangan selama perjalanan,smuanya putih alias salju.Aq orangnya beseran.Sampai aq hafal tuh,jam berapa toiletnya bersih.Jam berapa toiletnya ramai.Jam berapa toiletnya Zonk😂😩😱.Suamiku karena horror duluan baca tentang toilet di kreta,selama 34 jam beneran dia g nginjakkan kaki di area toilet,walaupun buat cuci tangan.Akibatnya sampai di Xi'an,pipisnya warna merah🙈karena kelamaan nahan pipis pun tak baik.Mau tanya,kalau aq baca di blog orang-orang,dari Kathmandu-Lhasa,untuk pembuatan izin masuknya harus minimal 4 orang dengan kewarganegaraan yang sama.Betul kah?
ReplyDelete