Tanggal 7 Agustus 2016.
Okey, setelah bawa tour ke Bali awal Agustus kemaren, aku sengaja tidak langsung pulang. Aku lanjut ke Lombok. Kebetulan, tiket pesawat ke Lombok dan tiket pulang masih ditanggung, kenapa tidak? Gratis cuy...
Okey, setelah bawa tour ke Bali awal Agustus kemaren, aku sengaja tidak langsung pulang. Aku lanjut ke Lombok. Kebetulan, tiket pesawat ke Lombok dan tiket pulang masih ditanggung, kenapa tidak? Gratis cuy...
Dengan menumpang pesawat Garuda, aku tiba di Lombok International Airport sekitar jam 12 siang. Tidak mau membuang waktu, langsung menuju loket karcis damri yang masih berada didalam gedung bandara. Setelah keluar dari pintu utama, sudah ada standing banner damri yang menyambut kamu. Kamu tinggal bilang saja, mau ke Mataram atau mau ke Senggigi.
Kemaren itu, aku beli tiket langsung ke Senggigi bayar Rp 35.000,-. Perjalanannya butuh sekitar 1 jam-an. Busnya berhenti sekali di terminal Mataram, kemudian entah dimana lagi, dipinggir jalan gitu, masih seputaran Mataram, nah disini, naik beberapa bule naik yang turunnya juga tidak berapa lama bus ini kembali jalan menuju Senggigi.
Pelabuhan Bangsal |
Ditawarin Rp 200.000,- satu mobil untuk aku dan kawan- kawan. Aku tawar jadi Rp 100.000,- Hahaha.. Tidak ada hasil bagus dari deal- deal itu. Kemudian, aku langsung masuk ke taxi ber-argo milik Bluebird. Langsung jalan, tanpa basa- basi. Dan prediksiku tepat, sampai di Pelabuhan Bangsal cuma bayar Rp 100.000,-. Dan diyakini, transportasi murah dari Senggigi ke Pelabuhan Bangsal adalah taxi ber-argo. Kecuali kamu datang ber-group, bisa nego harga termurah dan bisa share cost.
Karena sudah sore, aku pilih naik fast boat saja ke Gili Trawangan. Beli tiket boat diloket resmi bayar Rp 85.000,- per orang. Harusnya, kalau pakai slow boat / kapal umum, bisa lebih murah, Rp 15.000,- kalau tidak salah. Dari Pelabuhan Bangsal sekitar jam 3- an , tiba di Gili Trawangan sudah jam 5 sore. Belum tahu mau tidur dimana, belum ada bookingan hotel sebelumnya. Hanya dapat beberapa referensi dari travelblogger yang aku baca.
Sembari jalan lihat sekeliling, ya sembari nyari penginapan. Maunya sih yang mewah, tapi harus murah? Ada? Aku rasa tidak ada ya. Hahahaa... Pada akhirnya, dapatlah 1 kamar, lupa nama hostelnya. Aku lihat sih, hanya ada beberapa kamar saja. Aku ambil kamar atas dan itu kamar satu- satunya diatas. Bayar Rp 300.000,- , ber- AC, kamar mandi dalam. Aku sih tidak terlalu rekomendasi buat kalian. Bukan tentang bentuk kamarnya atau fasilitasnya, lampunya mati mulu, alhasil, AC tidak nyala, panasnya. Pengelola beralasan, sedang dapat giliran pemadaman listrik, kemudian beralasan, pulsa listriknya sudah habis, sedang dibeli. Ya, mau murah, dapatnya beginilah.. Hemm..
Aku hanya di Gili Trawangan saja. Hitungannya sih 3 hari. Tidak banyak kegiatan yang aku lakukan disana. Sudah pasti, wisatanya berkaitan erat dengan air dan pantai, tidak jauh dari kata snorkeling, diving dan teman- teman sejawatnya. Termasuk, berjemur ala bule- bule gitu. Diyakini, Gili Trawangan lebih ramai dibanding tetangganya, Gili Air ataupun Gili Manuk.
Gili Trawangan, pulaunya tidak terlalu besar sih. Disusuri, dalam hitungan jam sih juga sudah beres. Memang, sewa sepeda menjadi pilihan yang tepat untuk menjelajah seisi pulau. Jalan kaki juga bisa sih, tapi hadeh... lumayan buat gempor. Bayar Rp 40.000,- keknya kemaren sewa sepeda untuk 1 hari.
Dari pagi hingga malam, jalanan utama sekitaran inti pulau, selalu padat dan ramai. Ke Gili Trawangan, rasanya seperti sedang traveling keluar negeri, atau kata orang mungkin ke mana gitu, yang isinya bule semua. Asian-nya sedikit sekali. Mungkin karena itu, semuanya jadi serba mahal cuy untuk ukuran aku.
Malas ngapa - ngapain, aku hanya berleha- leha tidak jelas di Ombak Sunset saja, menghabiskan waktu dan uang hanya untuk bisa terlihat seperti bule - bule itu. Enggak banget kan? #abaikan... Dari kering, basah, kering lagi, basah lagi sampai kering lagi. Untuk bisa seperti ini, aku harus rela bayar beberapa ratus ribu demi dapat spot yang bagus melihat sunset.
Ombak Sunset, menjadi spot paling ramai dan favorit untuk foto - foto, terlebih lagi untuk foto saat matahari mulai bersiap kembali ke peraduannya. Yang menarik hati para turis, siapapun itu, adalah ayunannya. Daya tariknya memang itu. Apalagi menjelang sunset, harus antri panjang untuk foto.
Setelah sunset itu pergi, Ombak Sunset berubah menjadi bioskop terbuka, layar tancap dimulai. Gratis sih kalau disini. Ya, pesan makananlah bro. Masak duduk manis doang. Ada beberapa hotel yang buat layar tancap juga, ada yang minta bayaran. Aku tidak menghabiskan filmnya waktu itu. Maklum, kondisi badan masih setengah basah. Buru- buru pulang buat mandi dan ngelayapan lagi.
Makan apa dan dimana?
Selera sih.. Banyak sekali resto, cafe dan bar sepanjang jalan utama di pulau. Harganya variasi dan menurutku mahal. Ada foodcourt terbuka di alun- alun. Makanannya lebih murah. Hahahah.. Aku ingat, malam terakhir, aku makan nasi campur Rp 15.000,- sahaja. Setelah 2 hari itu, makan dan minum, bayarnya musti pakai uang kertas warna merah, nyesek sih. Tapi, mau tidak mau !!! Atau, kamu bisa beli nasi pucuk ( nasi uduk, gitu ) yang dijual di warung- warung atau di ujung gang.
Kalau kamu suka berkuda, nah bisa juga sewa kuda buat jalan - jalan cantik di pesisir pantainya sembari menikmati indahnya alam disana. Kembali lagi, semuanya tergantung masing- masing. Aku sendiri, hanya bermalas- malasan saja. Tidak ada yang lain. Aku pakai kesempatan itu hanya untuk mengkhayal, berimajinasi, menciptakan mimpi dan angan- angan, aku menikmatinya.
Menumpang kapal yang sama dan cara yang sama untuk kembali ke Senggigi pada hari ketiga. Oh ya, dari Senggigi ke bandara, aku pilih sewa mobil karena perhitungan waktu yang mepet dengan jadwal penerbangan, tidak mau ambil resiko ditinggal pesawat. Bayar Rp 200.000 untuk sekali perjalanan.
Ada keseruan di bandara, diluar gedung, banyak sekali orang, aku tidak tahu sebenarnya, apakah mereka semua sedang menunggu tamu atau sedang ngapain? Ramai sekali, berbaris rapi dan teratur. Tapi aku pernah baca dan dengar, kalau sebenarnya, mereka, orang lokal sedang melihat para turis yang baru mendarat dan mau main ke kota mereka. Ibaratnya, lagi nontonin satu per satu orang yang keluar. Bahkan, ada yang sampai bawa rantang makanan segala loh.
With Love,
@ranselahok
---semoga semua mahluk hidup berbahagia---
Karena sudah sore, aku pilih naik fast boat saja ke Gili Trawangan. Beli tiket boat diloket resmi bayar Rp 85.000,- per orang. Harusnya, kalau pakai slow boat / kapal umum, bisa lebih murah, Rp 15.000,- kalau tidak salah. Dari Pelabuhan Bangsal sekitar jam 3- an , tiba di Gili Trawangan sudah jam 5 sore. Belum tahu mau tidur dimana, belum ada bookingan hotel sebelumnya. Hanya dapat beberapa referensi dari travelblogger yang aku baca.
Sembari jalan lihat sekeliling, ya sembari nyari penginapan. Maunya sih yang mewah, tapi harus murah? Ada? Aku rasa tidak ada ya. Hahahaa... Pada akhirnya, dapatlah 1 kamar, lupa nama hostelnya. Aku lihat sih, hanya ada beberapa kamar saja. Aku ambil kamar atas dan itu kamar satu- satunya diatas. Bayar Rp 300.000,- , ber- AC, kamar mandi dalam. Aku sih tidak terlalu rekomendasi buat kalian. Bukan tentang bentuk kamarnya atau fasilitasnya, lampunya mati mulu, alhasil, AC tidak nyala, panasnya. Pengelola beralasan, sedang dapat giliran pemadaman listrik, kemudian beralasan, pulsa listriknya sudah habis, sedang dibeli. Ya, mau murah, dapatnya beginilah.. Hemm..
Aku hanya di Gili Trawangan saja. Hitungannya sih 3 hari. Tidak banyak kegiatan yang aku lakukan disana. Sudah pasti, wisatanya berkaitan erat dengan air dan pantai, tidak jauh dari kata snorkeling, diving dan teman- teman sejawatnya. Termasuk, berjemur ala bule- bule gitu. Diyakini, Gili Trawangan lebih ramai dibanding tetangganya, Gili Air ataupun Gili Manuk.
Gili Trawangan, pulaunya tidak terlalu besar sih. Disusuri, dalam hitungan jam sih juga sudah beres. Memang, sewa sepeda menjadi pilihan yang tepat untuk menjelajah seisi pulau. Jalan kaki juga bisa sih, tapi hadeh... lumayan buat gempor. Bayar Rp 40.000,- keknya kemaren sewa sepeda untuk 1 hari.
Dari pagi hingga malam, jalanan utama sekitaran inti pulau, selalu padat dan ramai. Ke Gili Trawangan, rasanya seperti sedang traveling keluar negeri, atau kata orang mungkin ke mana gitu, yang isinya bule semua. Asian-nya sedikit sekali. Mungkin karena itu, semuanya jadi serba mahal cuy untuk ukuran aku.
Malas ngapa - ngapain, aku hanya berleha- leha tidak jelas di Ombak Sunset saja, menghabiskan waktu dan uang hanya untuk bisa terlihat seperti bule - bule itu. Enggak banget kan? #abaikan... Dari kering, basah, kering lagi, basah lagi sampai kering lagi. Untuk bisa seperti ini, aku harus rela bayar beberapa ratus ribu demi dapat spot yang bagus melihat sunset.
Ombak Sunset, menjadi spot paling ramai dan favorit untuk foto - foto, terlebih lagi untuk foto saat matahari mulai bersiap kembali ke peraduannya. Yang menarik hati para turis, siapapun itu, adalah ayunannya. Daya tariknya memang itu. Apalagi menjelang sunset, harus antri panjang untuk foto.
Setelah sunset itu pergi, Ombak Sunset berubah menjadi bioskop terbuka, layar tancap dimulai. Gratis sih kalau disini. Ya, pesan makananlah bro. Masak duduk manis doang. Ada beberapa hotel yang buat layar tancap juga, ada yang minta bayaran. Aku tidak menghabiskan filmnya waktu itu. Maklum, kondisi badan masih setengah basah. Buru- buru pulang buat mandi dan ngelayapan lagi.
Layar tancap dimulai... |
Selera sih.. Banyak sekali resto, cafe dan bar sepanjang jalan utama di pulau. Harganya variasi dan menurutku mahal. Ada foodcourt terbuka di alun- alun. Makanannya lebih murah. Hahahah.. Aku ingat, malam terakhir, aku makan nasi campur Rp 15.000,- sahaja. Setelah 2 hari itu, makan dan minum, bayarnya musti pakai uang kertas warna merah, nyesek sih. Tapi, mau tidak mau !!! Atau, kamu bisa beli nasi pucuk ( nasi uduk, gitu ) yang dijual di warung- warung atau di ujung gang.
Kalau kamu suka berkuda, nah bisa juga sewa kuda buat jalan - jalan cantik di pesisir pantainya sembari menikmati indahnya alam disana. Kembali lagi, semuanya tergantung masing- masing. Aku sendiri, hanya bermalas- malasan saja. Tidak ada yang lain. Aku pakai kesempatan itu hanya untuk mengkhayal, berimajinasi, menciptakan mimpi dan angan- angan, aku menikmatinya.
Menumpang kapal yang sama dan cara yang sama untuk kembali ke Senggigi pada hari ketiga. Oh ya, dari Senggigi ke bandara, aku pilih sewa mobil karena perhitungan waktu yang mepet dengan jadwal penerbangan, tidak mau ambil resiko ditinggal pesawat. Bayar Rp 200.000 untuk sekali perjalanan.
Ada keseruan di bandara, diluar gedung, banyak sekali orang, aku tidak tahu sebenarnya, apakah mereka semua sedang menunggu tamu atau sedang ngapain? Ramai sekali, berbaris rapi dan teratur. Tapi aku pernah baca dan dengar, kalau sebenarnya, mereka, orang lokal sedang melihat para turis yang baru mendarat dan mau main ke kota mereka. Ibaratnya, lagi nontonin satu per satu orang yang keluar. Bahkan, ada yang sampai bawa rantang makanan segala loh.
Pemandangan perjalanan pulang... |
@ranselahok
---semoga semua mahluk hidup berbahagia---
0 komentar :
Post a Comment