Luang Prabang menjadi kota kedua aku trip kali ini. Awalnya, aku bahkan berpikir, skip saja Luang Prabang, menginap satu malam kemudian langsung tancap gas ke Hanoi. Pertimbangannya, tidak terlalu banyak yang bisa dilihat di Laos. Oalah, semakin kesini, semakin membaca review dari travelblog tentang Laos, aku salah besar. Dan sekarang, aku mengakui, tidak cukup 3 hari di Laos. Kota- kota lainnya, tidak kalah keren dan menarik untuk dikunjungi. Teman Couchsurfing aku yang dari Malaka, Malaysia malah cerita, dia bakalan balik lagi ke Laos. Dia bilang, tempat- tempat yang dilalui jauh lebih indah dibanding Viantine, Van Vieng dan Luang Prabang sekalipun. Aku kemudian merubah itinerary, aku masukkan Luang Prabang dan tidak mampir ke Van Vieng. Sekilas tentang Van Vieng, katanya sih tempat pesta. Point utamanya ya itu.
Aku, Lao dan Kohei siap menuju Luang Prabang |
Buat yang membutuhkan informasi |
Selama perjalanan menuju terminal bus untuk mengganti sleeping bus yang nantinya akan membawa kami ke Luang Prabang, dituk- tuk, semuanya backpackers. Sekitar ada 12 orang, cuma kami bertiga saja yang orang Asia, sisanya bule-bule. Basa - basi tentu tidak bisa dihindari.
Butuh waktu kurang lebih 1 jam. Tiba di terminal bus, jangan lupa untuk segera lapor dan ganti tiket bus kamu dengan receipt yang diterima saat pembelian tadi. Oh ya, ingat minta tempat tidur tingkat 2. Sepertinya lebih nyaman deh. Tidak harus mencium bau kaki orang yang naik turun. Hahahaa...
Terminal bus sederhana saja. Rapi dan bersih sih. Kencing harus bayar 2.000 Kip per sekali masuk. Hanya ada 1 kios yang jualan makanan ringan. Pastikan kamu sudah makan terlebih dahulu dikota sebelum berangkat ke terminal.
Jam 8.15 pm, penumpang dipersilahkan naik ke bus tingkat 2. Masing- masing akan diberi satu kantongan plastik untuk menampung alas kaki. Kebersihan didalam bus sangat dijunjung tinggi. Aku merasakan sedikit ngab pakai sleeping bus ini. Lorong tengah buat jalan cuma seiprit saja. Malahan, buat jalan saja, kita harus sedikit memiringkan badan. Ada 2 baris kanan kiri dan atas bawah. Astaga, one bed is for 2 persons. So, kamu harus berbagi ranjang dengan orang lain. Hahaha... Geli iya, risih sudah pasti, aneh, apalagi.
Tidur bareng teman seperjalanan masih mendinglah. Atau, paling tidak, seorang ceweklah yang berbagi ranjang denganku.
Malam itu, tidak terjadi apa- apa. Semuanya aman terkendali. Rasanya, kikuk, kaku dan risih. Orang lokal itupun merasakan hal yang sama, menurutku. Bayangkan saja, biasanya kalau tidur, kaki tangan bisa bengkok sana sini, tendang sana sini, ini diam terpaku, takut menyenggol orang disamping. Halah, entar dipikir kasih kode pula, matilah aku...
Ranjang berbagi |
Lao dan Kohei, berbagi ranjang. Aku tepat berada dibelakang mereka. Aku melihat dengan jelas, keresahan Kohei dari posisinya. Kepala Kohei menjulang keluar dari batas ranjang yang ada. Aku pikir dia juga sangat risih dalam kondisi seperti ini. Sedangkan, bule- bule itu, asik ngobrol tanpa berhenti. Aku sampai seperti memasukkan mereka kedalam mimpiku. Entah aku tertidur, atau keasikkan dengar mereka ngobrol. Intinya, pertama kali masuk ke dalam bus, kami semua ketawa bareng melihat kondisi bus yang harus berbagi ranjang.
Suasana kedai |
Cewek penjual Poh |
Poh, noodle sop , yang ini gratis |
Matahari keluar menyinari bumi dengan terangnya, ketika itu, aku baru sadar, antara kanan dan kiri itu adalah antara tebing atau jurang dengan jalur jalanan yang kecil untuk 2 jalur. Apa mau dikata? Semalaman kami telah membelah gunung dan berkat perlindungan Tuhan, kami tiba dengan selamat. Pemandangannya tidak jauh dari alam dan pegunungan.
Sekitar jam 8 am, kami tiba di terminal Luang Prabang. Berarti sekitar 12 jam kami semua berada didalam bus sedari tadi malam dari Viantine. Turun di terminal, tentu, siapa saja harus melanjutkan perjalanannya untuk bisa ke tujuannya masing- masing. Kami dan bule- bule itu, sudah pasti akan ke kota. Lao, menyadariku, bahwa belakangan ini, pemerintah Luang Prabang mengadakan E- Bus yang mempunyai sistem intergrasi dalam kota dengan biaya yang murah.
Kami bertiga, kemudian jalan kaki keluar dari terminal tanpa menghiraukan tawaran dari tuk- tuk yang mengharuskan kami membayar 100.000 untuk 3 orang. Hanya butuh 3 menit jalan ke arah pom bensin, belok kiri ketika keluar dari terminal, sudah ada E- Bus itu. Untuk memastikan bahwa per orangnya cukup bayar 3.000 Kip, aku ketik dikalkulator. Cara pembayaran, selain pakai kartu yang sudah ada saldonya, kita bisa bayar pakai uang tunai, tapi peraturannya tidak boleh dikasihkan langsung ke driver-nya. Uang harus dimasukkan ke dalam sebuah kotak yang sudah disediakan. Ada beberapa jalur E- Bus ini. Yang kami naik adalah warna kuning. Bentuknya seperti bajaj, cuma muat 4 - 6 orang, kalau tidak bawa apa- apa. Lucu ...
E- Bus |
With Love,
@ranselahok
---semoga semua mahluk hidup berbahagia---
0 komentar :
Post a Comment