Su Zhou memberi warna lain dalam trip aku ke China. Setelah dari Beijing, yang notabene kota sejarah yang masih dipenuhi hiruk pikuk manusia dari seantero dunia, Su Zhou jauh berbeda. Terasa berbeda. Su Zhou jauh lebih tenang. Kotanya lebih kecil, jalanannya sih tergolong kecil, tapi jika dibandingkan dengan Jakarta, di Su Zhou masih lebih gede. Herannya, orang lokal sebut kota ini kecil. Menurutku, jauh lebih besar dari kota Medan.
Su Zhou, membutuhkan waktu 5,5 jam dengan menggunakan Bullet Train dari Beijing ini, adalah kota air. Bahkan sangat terkenal dengan sebutan, setiap sisi jalan pasti ada satu jalur sungai. Kota ini bersih dan sejuk. Pagi hari, udara bisa turun sampai 20 derajat, terkadang bisa lebih rendah lagi. Su Zhou tertata rapi, tidak macet dan infrastrukturnya bagus. Taman kota sudah ada dimana- mana. Pemandangan indah akan bunga yang bermekaran disepanjang jalan.
Su Zhou memiliki Liu Garden, yang menjadi salah satu taman terindah di Su Zhou bahkan di China. Awalnya Liu Garden ini rumah orang kaya yang sempat berpindah tangan beberapa kali. Sebelum diambil oleh pemerintah dan menjadikannya sebagai taman umum yang dilindungi, kepemilikan terakhir jatuh ditangan orang kaya yang bermarga Chen. Tapi tetap terkenal dengan sebutan Liu Garden. ( Kepemilikan sebelum Tuan Chen adalah Tuan Liu ).
Pernah ke Medan dan masuk ke Rumah Tjong A Fie? Begitulah kira- kira gambaran Liu Garden-nya. Bersifat umum tapi mesti beli tiket. Struktur bangunannya masih kokok dan kuat. Peninggalan barang kuno masih bisa dilihat. Sejarah kuno, asal muasal cerita tentang rumah itu masih bisa disaksikan.
Setiap pintu pasti ada undakannya sekitar 15 cm. Undakan ini punya arti, setiap tamu yang masuk kerumah pemilik harus memberi hormat. Ya dengan adanya undakan ini, otomatis, tamu yang datang harus lebih berhati- hati dalam melangkah masuk ke dalam rumah, dan secara otomatis juga, kepalanya akan menunduk kebawah, melihat kaki melangkah melewati undakan itu. Itulah caranya memberikan hormat ke tuan rumah.
Pintu dan jendela yang terbuat dari kayu asli, ditengahnya ada kain sutra asli yang sudah ditenun dengan gambar yang indah. Walaupun bukan terbuat dari kaca, kain sutra ini sangat kuat dan bisa menahan ancaman dari luar.
Seperti ruang tamu diatas, bagian tengah yang ada meja dan kursi disamping kanan kirinya. Bagian kanan, untuk tuan rumah, bagian kirinya, untuk siapa? Ya untuk istri tuan rumah-lah..Siapa lagi..?? Iya, kamu salah... bagian kiri itu bukan untuk istri tuan rumah, melainkan untuk tamu. Begitulah arti dalam sebuah tata krama yang ada dari budaya Chinese hanya melalui sebuah ruang tamu saja. Untuk keluarga tuan rumah, kursi - kursi dibarisan kanan, sedangkan untuk keluarga tamu, dibarisan kiri.
Dulu, jamannya opium, ruang mengisap opium laki- laki dan perempuan saja dipisahkan. Yang untuk laki- laki lebih besar ukurannya, dan ada pemandangannya ke taman. Untuk perempuan, lebih kecil, hadapannya, apa ya? Mungkin tembok kali.. hahaha...
Banyak pohon rindang yang umurnya sudah ratusan tahun. Batu ratusan tahun yang diyakini bermakna feng shui diletakkan disudut - sudut taman.
Selain ke Liu Garden , aku juga mengunjungi Han Shan Temple yang berkat puisinya dari penyair Zhang Ji yang berasal dari kota Hu Bei, membuat vihara ini terkenal sampai ke seluruh penjuru China. Turis lokal beramai- ramai datang melihat puisi- puisinya, melihat dari dekat peninggalan kuno yang ada dalam vihara atau sekedar berdoa.
Singkat cerita, Zhang Ji ikut ujian yang diselenggarakan negara untuk menyaring calon pejabat negara. Bagi yang berhasil dalam ujian itu akan segera menjadi pejabat. Saat itu, bisa ikut ujian ini menjadi satu kebanggaan, apalagi berhasil lulus dalam ujian yang hanya diselenggarakan negara setiap 3 ( atau 5 - lupa ) tahun sekali. Zhang Ji gagal dalam ujian itu.
Kegagalan itu membuat Zhang Ji putus asa. Pada saat kembali ke kampung halaman, Beliau melewati kota Su Zhou dengan menggunakan kapal. Seperti cerita aku diatas, Su Zhou dikenal sebagai kota air. Suatu malam saat sedang istirahat di kapal didekat pinggiran kota Su Zhou, sang penyair mendengarkan bunyi gong dari Han Shan Temple.
月落烏啼霜滿天,
江楓漁火對愁眠。
姑蘇城外寒山寺,
夜半鐘聲到客船。
Yuè luò wū tí shuāng mǎn tiān,
Jiāng fēng yú huǒ duì chóu mián.
Gūsū chéngwài Hánshān Sì,
Yèbàn zhōngshēng dào kèchuán.
The old moon is going down
And the crows make a ruckus
The world is covered with frost
There are maples on the riverbank
And the lights of fishing boats
Drift with the current
I fall into a sad sleep
from the monastery on Cold Mountain
The sound of the bell
Reaches the guest boat at midnight
And the crows make a ruckus
The world is covered with frost
There are maples on the riverbank
And the lights of fishing boats
Drift with the current
I fall into a sad sleep
from the monastery on Cold Mountain
The sound of the bell
Reaches the guest boat at midnight
Dari bunyi gong itulah, Beliau mendapatkan inspirasi dalam menuliskan puisinya yang indah dan sangat terkenal hingga saat ini.
With Love,
@ranselahok
---semoga semua mahluk hidup berbahagia---
0 komentar :
Post a Comment