3 November 2013
Baca juga :
Cerita awal,
Trip KL-Penang ,
Trip Bangkok,
Dinner Cruise,
GrandPalace dan Wat Poh Temple. ,
Maddam Tussauds ,
International Buffet Baiyoke Sky Hotel ,
Belanja murah di Bangkok ,
Halloween Party di Bangkok ,
Nonton Ladyboy ,
Suka duka di Pattaya
|
Kingdom of Cambodia |
Melewati perbatasan Thailand,
hanya butuh beberapa menit saja sudah bisa sampai diperbatasan Poipet ,
Kamboja. Sepanjang jalan menuju imigrasi Kamboja, kami disuguhkan oleh
pemandangan yang jauh berbeda. Apa yang kami lihat itu langsung mengingatkan
dengan apa yang ada dikampung halaman kami di Medan, atau bahkan dikampung kami
jauh lebih baik. Begitu memasuki kantor imigrasi Kamboja diperbatasan Poipet,
kami lebih tercengang, lebih prihatin. Kondisi imigriasi itu sama seperti loket
, tempat pembayaran rekening air, listrik dan telepon dikelurahan, sebelum ada
sistem pembayaran
online melalui bank. Jauh dari kata sederhana, jauh dari apa
yang menjadi sebuah gerbang masuk satu negara.
Hanya ada 2 baris dengan 2 orang
petugas yang memberikan izin masuk negara tetangga kita itu. Tidak ada
pemeriksaan tas, tidak ada AC dan kantor itu dibangun dibawah sebuah pohon
besar. Tidak tahu bagaimana asal mulanya, apakah memang ada cerita dibalik itu
semua atas sebuah pohon besar itu yang akarnya masih kelihatan jelas dan kokoh.
Tersedia 2 bangku panjang untuk turis yang ingin menuliskan kartu imigrasi.
Pemegang paspor Indonesia tidak perlu membayar visa untuk bisa masuk ke
Kamboja.
|
Tempat tunggu bus |
Setelah cap paspor, kami bertemu
seorang petugas, tidak jelas , petugas pihak imigrasi atau petugas umum,
petugas itu mengarahkan kami, menjelaskan kepada para turis , bagaimana caranya
bisa sampai di Simreap. Untunglah, beberapa orang yang kami temui di Kamboja,
bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
|
Shuttle bus |
Untuk bisa sampai di Simreap,
kami harus naik
shuttle bus yang memang menjadi fasilitas khusus buat para
turis. Bus itu gratis dan hanya akan membawa kami sampai di terminal utama.
Menunggu sekitar 30 menit, akhirnya bus berangkat. Total penumpang ada 6 orang
termasuk kami. Sisanya adalah 2 orang Russia, 2 orang lainnya adalah orang
Amerika. Selama perjalanan dari Poipet menuju terminal utama, 2 orang petugas
menjelaskan banyak hal tentang objek wisata yang ada di Simreap, memberikan
penjelasan apapun yang ditanyakan kami. Hari itu, cuaca sangat panas, terik
matahari sangat menyengat, butuh hampir 1 jam , bus tiba di terminal utama. Satu
perbedaan yang terlihat disini dengan Indonesia adalah setir mobil terletak
disebelah kiri mobil dan mobil berlaju disebelah kanan jalan. Selain
Riel, mata
uang resmi Kamboja, di Simreap dan Kamboja, mereka juga menerima
dollar dalam
setiap transaksi.
|
Loket terminal utama |
Dari terminal utama, kami masih
harus melanjutkan perjalanan menuju kota Simreap. Ada 3 transportasi yang bisa
dipakai : taxi, bus dan minivan. Jika memang satu rombongan, bus atau minivan
menjadi pilihan utama, jika tidak, taxi menjadi pilihannya, karena tidak perlu
menunggu sampai kapasitas bus atau minivan itu lengkap dulu, sehingga bisa
menghemat waktu. Dari perbatasan Poipet, kami telah menawarkan diri ke bule
asal Russia untuk
share satu taxi dan mereka setuju. Taxi hanya bisa muat 4
orang, dan biaya taxi itu dihitung per penumpang, bukan per taxi. Per orang 12
USD.
|
Kantin terminal utama |
Sebelum taxi berangkat, kami diminta tips sama petugas yang menemani kami diperjalanan bus tadi. Tidak ada
rasa sungkan, mereka meminta begitu saja. Dan kami memberi tips 10 USD ,
sedangkan bule Russia itu juga memberikannya 5 USD. Kami harusnya kongsi-an
juga sama bule itu. Bagi kamu yang ingin jalan- jalan di Kamboja, baik Simreap
ataupun Phnompenh, istilah TIPS atau meminta “ uang rokok “ sudah tidak asing
lagi. Mereka dengan terbuka meminta itu, walaupun kita sudah membayar jasa
mereka. Termasuk di restoran atau supir tuk- tuk. Maksudnya , bukan petugas
yang tidak menerima uang langsung, bolehlah kita memberi tips, tapi ini tidak, semua orang.
Perjalanan dari terminal utama
menuju Simreap membutuhkan waktu 2 jam lebih. Total dari Poipet menuju Simreap
hampir 6 jam. Ditengah perjalanan , taxi yang kami tumpangi bocor ban. Supir taxi
yang tidak bisa berbahasa Inggris itu butuh waktu 15 menit untuk menggantikan
ban. Hampir mendekati kota Simreap, supir taxi itu
menghubungi seorang teman melalui handphone, dan menyambungkan ke kami untuk
berbicara langsung. Intinya, kami beritahu , kami menginap di hotel apa.
|
Dermaga menuju Floating Village |
Awalnya sedikit aneh, karena kami
tidak diantarkan langsung ke hotel yang kami maksud. Kami diantarkan ke pangkalan
tuk- tuk. Ternyata, supir tuk-tuk itu tadi yang berbicara dengan kami
di
handphone. Kami diminta untuk pindah ke tuk- tuk , alasannya supir taxi tidak
tahu jalan. Kami menyetujui, karena tidak perlu membayar jasa tuk- tuk ke hotel
lagi. Memang terasa sedikit aneh.
|
Dermaga Floating Village |
Dengan menggunakan tuk –tuk, kami
diantar sampai depan hotel yang dimaksud. Dan iya saja, keanehan yang kami
rasakan terjawab sudah. Memang tidak bayar, tapi supir tuk- tuk menawarkan jasa
paket
city tour kepada kami. Melakukan negosiasi dan objek wisata yang ingin
kami kunjungi di Simreap, akhirnya terjadi kesepakatan. Harga paket
city tour
75 USD / org dan kami bayar 150 USD. Membayar 150 USD, kami diantar mengunjungi
Floating Village termasuk tiket boat ,
Dinner International Buffet disalah satu
restoran di Simreap sambil menonton pertunjukkan budaya lokal Kamboja,
mengunjungi Angkor Wat , Ta Phrom termasuk tiket masuknya. Oh ya , kami
sekalian meminta supir taxi untuk membelikan kami tiket bus dari Simreap ke
Phnompenh. Dia menawarkan kami bus Super VIP dengan harga 12 USD / org, dimana
bus ada AC, ada
wifi , toilet dan khusus buat turis.
|
Perkampungan terapung |
Setelah
check in hotel, mandi dan
menukar pakaian bersih. Kami langsung diantarkan ke Floating Village, sebuah
perkampungan terapung yang dihuni oleh mereka yang tidak ada rumah tinggal di
daratan. Sudah menjadi keseharian dalam kehidupan mereka, mulai dari tidur,
mandi, melahirkan sampai meninggal juga mereka lalui di perkampungan terapung
itu. Mereka tinggal diatas rumah perahu yang mereka buat senyaman mungkin,
dibawahnya diikat dengan tali dan galon – galon yang bisa membuat rumah perahu mereka terapung.
|
Kehidupan diperkampungan terapung |
Hidup sebagai nelayan , hidup
diperairan, membuat hidup mereka jauh lebih beresiko. Harus menghadapi badai ,
petir, air laut dan sebagainya. Perairan yang ada dibawah rumah terapung
mereka, bisa berubah menjadi daratan tanpa air setetespun ketika musim panas /
kemarau datang. Maka mereka harus menarik diri dan membiarkan terapung dilautan
bebas/ perairan yang lebih dalam. Karena itu, saya bilang tadi, hidup mereka
sangat beresiko.
|
anak kecil diperkampungan terapung |
Sebagian mereka, meninggal ketika
sedang mencari ikan di laut. Sebagian mereka adalah keluarga kecil. Sebagian
dari mereka adalah anak- anak kecil yang telah menjadi yatim piatu karena orangtua
mereka meninggal entah karena badai dan petir saat mencari ikan
dilaut, atau sakit. Kehidupan seperti ini telah menjadi turun temerun dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Sungguh kasihan dan iba , meilhat pemandangan
itu.
|
Perkampungan terapung |
Untuk melihat
Floating Village, harus menumpang sebuah perahu yang akan membawa kita mengelilingi
perkampungan itu. Ada seorang
guide yang menjelaskan segala sesuatu yang
terjadi disana.
Guide itu sendiri adalah seorang anak yatim piatu yang tumbuh
besar disana. Kelancaran bahasa Inggris yang dimilikinya didapatkan sejak kecil , sudah berkomunikasi dengan para turis.
|
Perkampungan terapung |
Di
Floating Village, ada sebuah
panti asuhan sekaligus berfungsi sebagai sekolah umum bagi anak-anak yatim
piatu. Panti asuhan yang hidup dari sumbangan para turis yang mengunjungi
mereka.
Guide yang membawa turis , diakhir perhentian, pasti akan membawa para
turis mengunjungi panti asuhan itu. Menjelaskan apa yang terjadi, bagaimana
kehidupan dipanti berlangsung dan apa saja yang dilakukan didalam panti
terhadap anak- anak yatim piatu tersebut.
|
Panti asuhan |
Kemudian , para turis, diajak ke
pasar terapung, yang menjual bahan makanan pokok. Terserah dari hati nurani
masing- masing, apakah turis mau belanja bahan makanan pokok dan sumbangkan ke
panti asuhan itu atau tidak. Tidak ada paksaan.
|
Pasar terapung |
Setelah 1 jam lebih berkeliling
di
Floating Village, kami diantar kembali ke dermaga. Memberi tips 10 USD
kepada pemuda itu dan dengan tuk- tuk kami kembali ke kota. Diturunkan didepan
hotel, kami tidak langsung masuk kedalam hotel. Kami berjalan kaki disekitar
hotel untuk mencari jasa pijat refleksi. Di Simreap, seperti di Bangkok dan di
Pattaya, banyak sekali yang menawarkan jasa pijat refleksi. Refleksi kaki 5 USD
/ pax.
|
Panti asuhan |
With Love,
-semoga semua mahluk hidup berbahagia-
unforgetable moment bgt yaah brooh tripnya,,,,
ReplyDeletebenar, sangat berkesan... seru banget
Delete